Pemiliknya Meninggal, Begini Kemegahan Masjid Berkubah Emas Dian Al-Mahri

Tubagus Guritno | 29 Maret 2019 | 14:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pendiri Masjid Dian Al Mahri atau dikenal dengan nama Masjid Kubah Emas Depok, Hj Dian Djuriah Rais binti H Muhammad Rais meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah  Jumat (29/3) dini hari.

Bicara almarhumah Hj Dian Djuriah Rais binti H Muhammad Rais tentu tak bisa lepas dari ketenaran Masjid Kubah Emas. Banyak orang datang untuk beribadah sekaligus menyaksikan kemegahan masjid ini.

Pada Mei 2007, tabloid Bintang Indonesia pernah mengulas lengkap mengenani masjid ini yang kebetulan menjadi tempat akad nikah pasangan artis Annisa Trihapsari dan Sultan Jorghie di bulan yang sama.

Berikut kami tampilkan kembali artikel tersebut:

KEMEGAHAN MASJID BERKUBAH EMAS

Luar biasa, atau apa pun kalimat lain yang maknanya kira-kira sama. Itulah komentar pertama yang terucap hampir setiap orang yang mengunjungi Masjid Dian Al-Mahri, tempat Annisa Trihapsari dan Sultan Jorghie melangsungkan akad nikah Rabu (16/5) lalu.

Masjid yang terletak di kawasan Jl. Raya Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat itu memang membuat siapa pun yang datang dan menyaksikan kemegahannya berdecak kagum. Beberapa buah kubah masjid yang semuanya terbuat dari emas menandakan bahwa pembangunan masjid tersebut dapat dipastikan menghabiskan biaya yang tidak sedikit.

Pantaslah jika kemudian masjid ini disebut-sebut sebagai masjid termewah di Asia yang sebelumnya disandang Masjid Jami Al-Asr atau Masjid Sultan Bolkiah di Brunei Darussalam, setelah Masjid Al Askari di Irak yang juga berkubah emas hancur dibom. 

Masjid Dian Al-Mahri, nama yang diambil dari nama pemiliknya, resmi dibuka untuk umum sejak 31 Desember tahun lalu, atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 1427 Hijriah. Masyarakat dari berbagai wilayah di tanah air yang sengaja datang ke masjid tersebut tentu tidak sekedar ingin menyaksikan kemegahannya, tapi juga ingin tahu segala sesuatunya, termasuk latar belakang berdirinya masjid tersebut.

Masjid ini memiliki 5 kubah. Satu kubah utama dan 4 kubah kecil. Bentuk kubah utama menyerupai kubah Taj Mahal. Kubah tersebut memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi 25 meter. Sementara 4 kubah kecil memiliki diameter bawah 6 meter, tengah 7 meter, dan tinggi 8 meter. Di samping itu masih ada 6 buah menara yang ujungnya juga berbentuk kubah. Seluruh kubah tersebut dilapisi emas setebal 2 sampai 3 milimeter plus mozaik kristal. 

Uniknya, pada bagian dalam kubah utama siang dan malam berbeda penampilannya. Jika siang bergambar langit biru disertai awan, pada malam hari kubah itu menggambarkan keadan malam hari, yaitu terdapat bulan dan bertaburan bintang yang cahayanya gemerlapan.

Masuk ke dalam masjid, pandangan akan langsung tertuju pada lubang di bawah kubah dengan cat biru dan kaligrafi Arab berwarna emas yang digantungi lampu kristal berukuran besar yang menyala. Kaligrafi Arab itu berbunyi lafal tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar), dan sebuah doa berbunyi Laa haula walaa quwwata illaa billaah (tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Allah). Masjid itu juga dilengkapi kamera CCTV. Tak heran miliaran rupiah dikucurkan untuk membangun masjid yang letaknya 7 kilometer dari pusat kota Depok itu. 

Di sekeliling bangunan masjid terdapat taman hijau nan asri. Tak jauh dari masjid juga terdapat sebuah rumah mewah, yang tak lain rumah peristirahatan keluarga Dian Djuariah, pemilik masjid. Di sampingnya terdapat gedung serba guna yang sejak tahun 2005 digunakan untuk tempat pengajian, bahkan kini sering dipakai untuk resepsi pernikahan, seperti yang dilakukan Annisa Trihapsari dan Sultan Jorghie. 

Artiah (50), seorang warga Meruyung yang kini bekerja di komplek masjid yang mempekerjakan lebih dari 200 orang itu, saat ditemui Bintang Kamis (17/5) siang lalu menceritakan ihwal pendirian masjid.

Suatu hari, sekitar tahun 1996 seorang wanita pengusaha asal Serang bernama Dian Djuariah yang tinggal di kawasan Petukangan Jakarta Selatan, mencari sebidang tanah untuk membangun sebuah masjid. Oleh kepala desa Meruyung saat itu, ditunjukan sebidang tanah milik warga yang akan dijual. Kawasan tersebut saat itu sebagian besar masih berupa sawah dan ladang.

"Tapi selain tanah yang ditawarkan Pak Lurah, akhirnya tanah-tanah yang ada di sekitarnya juga secara bertahap dibeli Ibu Dian," kata Artiah.

Padahal, kata Artiah, warga sekitar mematok harga sangat tinggi. 

Keterangan mengenai masjid ini juga diperoleh dari Humas yayasan Dian Al-Mahri, Ir. H. Yudi Camaro, M.M. Menurut Yudi, secara resmi peletakan batu pertama pembangunan masjid ini pada April 1999.

Luas keseluruhan lahan komplek masjid ini 70 hektar. Namun salah seorang pegawai lain mengatakan, luas tanah yang ada di sekitar masjid kini mencapai 100 hektar. Yudi menyebutkan, tanah seluas itu bukan hanya untuk masjid, tapi juga Islamic Centre. Di sekitar masjid nantinya juga akan dibangun universitas dan pesantren. 

Bahkan sekarang sudah dibangun sejumlah vila, tempat peristirahatan bagi pengunjung. "Sekarang yang sudah berdiri lembaga dakwah. Lain-lainnya menyusul. Pokoknya semua aktivitas keagamaan dilakukan di kompleks masjid ini," kata Yudi.

Ditambahkan Yudi, saat ini tahap pembangunan Islamic Centre baru separuh jalan. Targetnya, seluruh pembangunan selesai dalam waktu tiga sampai lima tahun ke depan. Khusus untuk bangunan masjid, menurut Yudi, luasnya mencapai 8000 meter persegi, terdiri dari bangunan utama, halaman dalam, selasar atas, selasar luar, dan tempat wudlu. Jamaah yang mampu ditampung masjid ini lebih dari 15 ribu jemaah sholat dan 20 ribu lebih jemaah majelis taklim.

Sayang Yudi tidak mau menyebut nilai rupiah yang dihabiskan untuk pembangunan masjid ini. Ia hanya menyebut total biaya pembangunan Masjid Dian Al-Mahri betul-betul menyentuh angka yang sangat fantastis. Namun data dari sebuah perusahaan pengadaan barang dan jasa yang mendapat tender pemasangan penyejuk udara (AC) untuk komplek masjid ini, biaya pembelian AC saja mencapai angka satu miliar rupiah. Seorang pegawai di komplek masjid ini juga menyebutkan biaya untuk membangun saja menghabiskan tidak kurang dari Rp 650 miliar. "Itu hanya untuk bangunan masjidnya saja," terangnya. Biaya itu termasuk untuk emas pada kubahnya.

"Berat kubahnya sekitar 4 ton," tambah lelaki yang enggan menjawab ketika ditanya nama dan asalnya itu. Dapat dibayangkan, berapa biaya seluruhnya yang dihabiskan untuk membeli tanah, dan membangun komplek masjid tersebut. Bangunan-bangunan lain yang tak kalah megah yang berdiri di sekeliling masjid, pastinya juga menghabiskan dana ratusan milyar rupiah.

Meningkatkan Taraf  Hidup Masyarakat

Pada awalnya, sebelum masjid ini diresmikan, masyarakat tidak bebas keluar masuk. Pintu gerbang samping, yang hingga kini menjadi jalan keluar masuk masjid, hanya dibuka pada jam-jam tertentu.

Seringkali masyarakat kecewa, karena sudah jauh-jauh datang untuk menyaksikan kemegahan masjid tersebut sekaligus untuk merasakan bagaimana nyamannya beribadah di dalamnya, tak bisa masuk.

Sekarang, meski pengunjung bebas keluar masuk masjid, sejumlah aturan tetap harus dipatuhi. Aturan tersebut dibuat agar suasana ibadah tetap nyaman. Misalnya, pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman ke lingkungan masjid. Anak di bawah usia 7 tahun juga dilarang memasuki lingkungan masjid. Menurut Yudi, hal itu diberlakukan untuk menjaga kekhusyukan beribadah.

"Ibadah itu lebih khusyu kalau kita merasa nyaman. Bagaimana bisa nyaman jika anak-anak berlari-lari di dalam masjid, atau pengunjung makan dan minum di dalam masjid? Karena itulah tata tertib ini harus ditaati pengunjung agar masjid tetap terjaga," tegas Yudi. 

Selain kedua hal tersebut, pengunjung juga dilarang mengambil gambar atau memotret di sekitar areal masjid. Hal tersebut dimaksudkan untuk tetap menjaga kesakralan masjid.

Tapi tetap saja banyak pengunjung yang mencuri-curi kesempatan untuk memotret, menggunakan kamera pocket atau handphone. Padahal di beberapa bagian masjid terdapat papan pengumuman yang isinya berupa larangan memotret.

Larangan-larangan tersebut sebenarnya lazim diberlakukan di banyak masjid lain. Dampak positif keberadaan masjid ini sudah mulai terasa, terutama bagi warga sekitar Meruyung dan warga dari beberapa daerah lain.

Pengamatan Bintang pada Kamis (17/5) lalu atau hari pertama long weekend pekan lalu, puluhan ribu masyarakat sejak pagi hari datang dan pergi dari lokasi komplek masjid. Ratusan kendaraan baik roda empat, motor, bahkan bis-bis berbadan besar juga memenuhi pekarangan dan jalan-jalan yang menjadi akses menuju ke tempat tersebut.

Keadaan ini dimanfaatkan oleh warga untuk mencari pemasukan. Puluhan pedagang kaki lima yang menjual beraneka ragam barang dan makanan memenuhi kawasan tersebut.

Para juru parkir dadakan juga banyak muncul di sepanjang jalan yang tak jauh dari lokasi. Mereka sengaja membuka lahan-lahan parkir baru karena parkir resmi di areal dalam pekarangan masjid sudah penuh. Biaya yang mereka tarik cukup besar. Untuk satu kendaraan roda empat ukuran kecil mereka mengenakan mulai dari tiga ribu sampai lima ribu rupiah. Sedangkan bis dikenakan tarif hingga sepuluh ribu rupiah.

Belum lagi para warga sekitar yang secara resmi bekerja untuk Yayasan Dian Al-Mahri, yang mengelola komplek Islamic Centre termasuk masjid. Contohnya Artiah (50) yang mengaku sangat gembira ketika dipekerjakan di tempat tersebut. Sebelum berdirinya masjid tersebut ia hanya menjadi ibu rumah tangga biasa, karena sulit mencari pekerjaan untuk dirinya yang pendidikan sekolah dasar pun tidak lulus.

Ide Membangun Masjid Setelah 34 Kali Naik Haji

Siapa sebenarnya orang yang menghabiskan uang lebih dari satu triliun untuk membangun komplek masjid tersebut? Dari beberapa sumber yang diperoleh Bintang disebutkan, pemilik sekaligus pendirinya bernama lengkap Hj. Dian Djuriah Maimun Al-Rasyid, seorang pengusaha asal Serang, Banten dan pemilik Islamic Center Yayasan Dian Al-Mahri. Suaminya, Haji Maimun Al Rasyid yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Kabarnya H. Maimun seorang pengusaha minyak di Arab Saudi. 

Pasangan yang memiliki 14 putra-putri itu tinggal di kawasan Petukangan, Jakarta Selatan, yang juga menjadi kantor pusat Yayasan Dian Al-Mahri. Yayasan ini sudah berdiri sejak lama, dan mengurusi berbagai kegiatan amal. Selain itu juga menyelenggarakan bimbingan ibadah haji. Yayasan hanyalah salah satu kegiatan Dian. Lebih dari itu ia dan suami memiliki banyak bisnis di manca negara.

Lima bulan lalu, kepada wartawan sejumlah media massa saat meresmikan masjid yang semula hanya disebut dengan nama "Masjid Kubah Emas" itu, Hj. Dian Djuriah Maimun Al-Rasyid memberikan keterangan perihal latar belakang pembangunan masjid.

"Saya tergerak membangun masjid ini setelah menunaikan ibadah haji yang ke-34. Seperti mendapat hidayah dari Allah, begitu juga lokasinya, inspirasi datang begitu saja," ungkapnya. 

Dian mengaku membangun dan memelihara masjid atas biaya pribadi. Tidak pinjam ke bank atau pihak mana pun, juga tidak meminta sumbangan. Dian mengimpor semua material untuk masjidnya dari negara-negara Eropa. Emas, lampu, dan granit dari Italia, serta beberapa material lain dari Spanyol, Norwegia, juga dari Brasil. Di negara-negara itulah Dian dan suami banyak mengembangkan usaha.

(gur / gur)

BINTANG INDONESIA, No.839, TH-XVII, MINGGU KETIGA MEI 2007, p.a14-15

PUSAT INFORMASI BINTANG INDONESIA
Jl. Prof. DR. Satrio Kav. 6
Jakarta 12940

Penulis : Tubagus Guritno
Editor: Tubagus Guritno
Berita Terkait