[RESENSI] How to Train Your Dragon: The Hidden World, Memanusiakan Animasi

Wayan Diananto | 24 Januari 2019 | 23:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Dimaksudkan sebagai jilid pamungkas, The Hidden World menjadi salah satu animasi paling ambisius. Durasinya panjang, konsep dunia barunya cerah ceria, penuh petualangan, dan lompatan waktu memperlihatkan bahwa karakter Hiccup berproses sama seperti kita. Film ini meninggalkan kesan indah meski pada pertengahan terasa melelahkan.

Suatu hari, Hiccup (Jay) yang kini memimpin Bangsa Viking teringat cerita ayahnya, Stoick (Gerard), tentang dunia tersembunyi di ujung bumi dengan pintu gerbang berupa air terjun. Bangsa Viking menganggap dunia tersembunyi itu mitos.

Di sisi lain, para pemburu naga yang dipimpin Grimmel (Murray) menyelinap ke perkampungan Viking. Ia meminta Hiccup menyerahkan Toothless, satu-satunya spesies Night Fury yang masih hidup, untuk dimusnahkan.

Permintaan itu ditolak Hiccup. Grimmel lantas menyusun rencana untuk meluluhlantakkan perkampungan Viking. Hiccup didampingi ibunya, Valka (Cate), dan kekasihnya, Astrid (America), mengumpulkan bangsa Viking dalam rapat darurat.

Ia menggagas ide migrasi ke pulau lain. Bangsa Viking menyangsikan ide Hiccup dan mengangggapnya terbuai mitos leluhur. Sementara Hiccup percaya Viking bukanlah nama wilayah, melainkan semangat sebuah bangsa. 

 The Hidden World dirancang sebagai perjalanan panjang dan proses pendewasaan diri. Karakter utamanya ditantang menghadapi sebuah bangsa melawan musuh serta menuju tempat, status, dan konsep baru tentang pertemanan maupun potensi diri. Banyaknya konflik diperumit dengan hadirnya sejumlah tokoh dari Grimmel hingga Light Fury. Sineas Dean berupaya menyuguhkan subtema satu demi satu seraya menghindari kesan instan.

Ia sadar, selain memperkenalkan tokoh dan konflik, karakter lawas yang sudah dikenal baik penonton juga mesti berkembang. The Hidden World terasa kuat berkat garis waktu yang jelas, penokohan natural, serta teknik animasi dan pewarnaan yang serbaindah untuk membuai penonton segala usia.

Konsekuensi dari menghindari kesan instan berdampak pada durasi dan beberapa adegan yang terasa berkepanjangan. Kejar-mengejar antara Night Fury dan Light Fury misalnya, tidak perlu selama itu. Beberapa adegan terbang semestinya bisa dibuat lebih ringkas.

Akan tetapi jika Anda fokus ke hubungan Hiccup dan Toothless, lamanya durasi tidak akan terasa. Persahabatan keduanya memasuki fase baru. Hiccup belia telah menjadi lajang. Masyarakat menuntutnya untuk segera menikah (wah, sama kayak orang Indonesia kalau lagi kumpul merayakan Lebaran, ya?). Toothless pun merasakan hal yang sama. 

Pertemuan dan perpisahan. Melepas dan merangkul kembali. Tawa dan air mata. Semua itu digambarkan dengan lembut, tanpa unsur drama berlebih, dan meninggalkan kesan mendalam khususnya bagi Anda yang mengikuti perjalanan Hiccup-Toothless di dua film sebelumnya. 

Pemain    : Jay Baruchel, America Ferrera, Gerard Butler, Cate Blanchett, F. Murray Abraham
Produser    : Bonnie Arnold, Brad Lewis
Sutrdara    : Dean DeBlois
Penulis        : Dean DeBlois
Produksi    : DreamWorks Animation
Durasi        : 1 jam, 44 menit

(wyn / gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait