Wanita Karier yang Divonis Kanker Payudara Tetap Bisa Bekerja, Asal…

Rizki Adis Abeba | 21 Desember 2019 | 01:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Kanker payudara, salah satu jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita. Saat divonis mengidap kanker, dunia rasanya akan berakhir. Membayangkan proses pengobatan yang panjang, menguras tenaga dan emosi, membuat pasien kerap berpikir masa depan tak ada lagi dan impian untuk kembali bekerja tidak mungkin diraih. Apa benar seperti itu?

Perhatikan Leukosit

Dalam survei yang dilakukan perusahaan farmasi asal AS, Pfizer, bersama Cancer and Careers, organisasi yang mengedukasi serta memberdayakan penderita kanker agar tetap bisa berkarier, ditemukan fakta menarik. Kebanyakan wanita dengan kanker payudara (termasuk mereka dengan kanker payudara stadium lanjut) tetap ingin bekerja untuk alasan finansial dan emosional.

Dari 1.002 wanita dengan kanker payudara yang mengikuti survei, ketika diminta memilih alasan tetap bekerja, 59 persen di antaranya memilih tetap bekerja dengan alasan kebutuhan ekonomi dan 41 persen bekerja karena didorong alasan psikososial seperti ingin tetap merasa produktif. Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah wanita yang tengah menjalani proses pengobatan kanker masih bisa dan boleh tetap bekerja? Tidak perlu khawatir.

Vonis kanker bukan berarti karier Anda berakhir. Ahli onkologi Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FACP, menjelaskan, “Pasien kanker, di hampir semua lini pekerjaan, masih bisa bekerja sambil menjalani kemoterapi.”

Ia menyebut, tidak ada batasan pada kanker stadium berapa seorang pasien bisa dan boleh tetap bekerja. Hal itu sangat bergantung pada ketahanan tubuh masing-masing pasien. “Sepanjang pasien masih merasa kuat dan sehat, mereka bisa tetap bekerja seperti biasa. Seorang pasien bisa saja merasa lemah pada kanker stadium dua, sementara ada pasien lain yang merasa sehat pada kanker stadium empat,” ulas Aru.

Aru mengingatkan, yang perlu diwaspadai pasien kanker adalah jumlah sel darah putih atau leukosit, mengingat proses kemoterapi pasti akan menurunkan jumlah leukosit yang berfungsi menjaga kekebalan tubuh dari kuman maupun virus.

“Kemoterapi pada umumnya menurunkan jumlah leukosit sehingga menurunkan kekebalan tubuh. Akibatnya tubuh lebih mudah terinfeksi penyakit. Karena itu, bila yang bersangkutan merasa cukup kuat, persyaratan umum (agar bisa bekerja) yakni menghitung jumlah leukositnya apakah cukup. Biasanya sebanyak 3.000 per millimeter kubik. Jika tidak cukup, ada obat-obatan untuk menaikkan jumlah leukosit,” urai dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Jangan Terlalu Lelah

Tidak ada kaitan langsung antara proses kemoterapi dengan kemampuan intelektual atau performa seseorang dalam bekerja. Menurut Aru, efek samping kemoterapi bisa berat tapi bisa juga ringan. “Kemoterapi tidak secara langsung memengaruhi performa kerja seseorang. Hal itu sangat bergantung pada banyak faktor seperti usia dan apakah pasien memiliki komorbiditas atau penyakit-penyakit lain yang menyertai,” Aru menyambung.

Ia menambahkan, “Untuk kemampuan berpikir, biasanya tidak dipengaruhi pengobatan kanker kecuali pasien sudah lemah secara psikologis. Misalnya, karena ia terlalu memikirkan penyakitnya dan sebagainya.”

Mengenai batasan fisik, Aru tidak bisa mematok dengan pasti berapa lama durasi bekerja yang ideal untuk wanita karier pengidap kanker. Yang perlu diingat, jangan sampai beban kerja menyebabkan stres dan kelelahan karena akan berdampak pada proses pengobatan.

“Kelelahan yang berlebih menyulitkan siklus kemoterapi berikutnya. Di lain pihak, bekerja mampu menguatkan kondisi kejiwaan seseorang karena dengan bekerja, gairah hidup mereka tetap tinggi. Saya tidak melarang pasien kanker bekerja sepanjang mereka menyukai pekerjaan itu dan tahu batasan fisiknya,” Aru mengakhiri perbincangan. 

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait