Hitman Agent 47 : Sihir 'Cheesy' yang Memikat

Wayan Diananto | 27 Agustus 2015 | 15:09 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Katia van Dees (Hannah) tiba-tiba menjadi incaran agen jago tembak. Agent 47 (Rupert) berkali-kali membayanginya. Beberapa kali ia melepaskan timah panas di stasiun, rumah susun, dan jalanan kota. Saat nyawa Katie di ujung tanduk, agen dari ICA John Smith (Zachary) datang menolong. Maka, terjadilah pengejaran layaknya kucing kelaparan memburu tikus ketakutan. Siapa sebenarnya Katia?

Katia anak Dr. Letvenko (Ciaran), penggagas program yang mengubah manusia menjadi agen dengan kemampuan sangat spesifik. Agent 47 misalnya, dirancang sebagai pembunuh berdarah dingin yang tidak mengenal sifat takut. Belakangan diketahui, John Smith juga seorang agen dengan tubuh bercampur logam cair. Tidak mempan ditembak dan dipukul. Dengan kata lain, tidak dapat mati.

John Smith bekerja untuk Le Clerq (Thomas), presiden organisasi sindikat internasional yang bermarkas di Singapura. Le Clerq diam-diam merancang formula untuk menjadikan manusia sebagai agen dengan kekuatan tak kalah hebat. Lantas, mengapa ia memburu Katia?

Hitman: Agent 47 sebuah tuturan dengan pergerakan cepat dan tidak ingin membuat penonton pusing mencerna alurnya. Film ini layaknya sebuah game beralur linear yang mempersilakan Anda dan saya duduk, hanyut dalam petualangan sarat letupan dan ledakan. Tidak perlu berpikir panjang untuk memahami mengapa ia begini dan si anu begitu. Inilah titik lemah karya Aleksander Bach: Diciptakan dalam format minim kejutan. Yang diperkaya, aspek aksi.

Diadaptasi dari video games, Aleksander tampaknya tidak ingin menjadikan Hitman: Agent 47 medium yang mengkhianati format aslinya. Selayaknya video games yang hadir untuk dimainkan dan dimenangkan oleh pemakai, film ini diproduksi untuk memainkan dan memenangkan hati penonton. Itu sebabnya, alurnya lurus bergerak cepat. Sementara penata sinematografi Lauren Bares membingkai alur yang cepat itu dengan pergerakan gambar yang berjingkat-jingkat. 

Editor Carlo Rizzo dan Antoine Vareille tampaknya sekadar menggarisbawahi apa yang sudah dikerjakan penulis naskah dan penata gambar (yang diarahkan oleh sutradara). Sisi positifnya, Hitman menjadi tontonan yang enggak ribet.

Penyebabnya ya... itu tadi, enggak ada twist, minim kilas balik, pokoknya ibarat melakukan perjalanan alur ceritanya luruuuuus aja. Kemudian penonton sampai pada akhir yang melegakan setelah melewati serangkaian adegan sarat aksi mengasyikan. 

Jika film ini disambut hangat penonton Indonesia, bisa jadi karena penceritaan yang tidak ribet, penuh aksi, lakonnya ganteng dan cantik, ending-nya cihuy. Selama menonton, hampir dapat dipastikan tidak akan muncul pertanyaan, “Kok si A bisa begini sama si B?” atau “Lho, jadi selama ini yang kita tonton tadi begini, ya?” Dan seterusnya. Dan seterusnya.

Simple, meriah, heboh dar-der-dor, dengan para pemain yang secara fisik ganteng dan cantik. Jadilah Hitman sihir cheesy yang segera memikat hati penonton. Omong-omong soal pemain ganteng, seandainya Paul Walker tidak mengalami kecelakaan mobil, maka dialah yang akan menjadi Agent 47. Sayang, Paul mangkat sebelum proses produksi film dimulai... 


Tebak-Tebakan Yuk! Bahasa apa saja yang dikuasai Katia Van Dees?
A. Inggris, Mandarin, Jepang, Perancis
B. Inggris, Perancis, Zimbabwe, Spanyol
C. Inggris, Mandarin, Rusia, Tamil
D. Inggris, India, Bahasa Gaul, Bahasa Kalbu

Pemain:     Rupert Friend, Hannah Ware, Zachary Quinto, Ciaran Hinds, Thomas Kretschmann
Produser:  Adrian Askarieh, Alex Young, Charles Gordon
Sutradara: Aleksander Bach
Penulis:     Skip Woods, Michael Finch
Produksi:  20th Century Fox, TSG Entertainment
Durasi:       96 menit

(wyn/ray)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait