[RESENSI FILM] Marauders: Kharisma Bruce Willis Tak Cukup Ampuh Menyelamatkan Film Ini

Wayan Diananto | 26 November 2016 | 11:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - “Kalian perhatikan kaca jendela itu. Ada laba-laba cokelat pada kaca jendela. Mereka bisa merayap setinggi ini. Apakah mereka berpikir telah berada di puncak? Aku pikir tidak. Yang mereka lalukan adalah terus merayap sampai sejauh ini. Dan itulah yang akan aku lakukan saat ini!”

Larik-larik kalimat itu dilontarkan dalam nada amarah oleh Hubert (Bruce) sesaat setelah menerima laporan dari para asisten bahwa salah satu cabang bank miliknya dirampok. Perampokan itu salah satu yang paling brutal di seluruh kota. Para pelakunya menggunakan topeng kavler. Yang dijarah tidak hanya uang. Nyawa pun turut mereka renggut. 

Salah satunya, Dagley (Richie) yang tewas dalam perjalanan pascaperampokan. Beberapa hari kemudian, petinggi jaringan bank Hubert lain, Teegan (Christopher) mendapat hadiah todongan pistol saat masuk ke mobilnya sendiri. Hanya ada dua pilihan untuk Teegan: mengikuti perintah perampok atau istri dan anaknya menjadi mayat. Semua kegilaan ini membuat Hubert meradang. Reputasi bank Hubert bersama 3000 cabangnya berada di ujung tanduk.

Misteri perampokan macam ini biasanya menjelma menjadi permainan petak umpet. Pelaku berlindung di balik topeng. Korban dan aparat mengumpulkan fakta dan data dari tempat kejadian perkara kemudian menyimpulkan. Maling, korban, serta polisi menjadi elemen menarik yang saling menguatkan. Nyatanya, memiliki elemen kelas premium saja tidak cukup. 

Dalam kasus Marauders, bahan yang menarik gagal dikembangkan menjadi kisah yang utuh serta detail. Motif yang disimpan sejumlah figur agak kabur. Kalau pun tidak kabur, pengembangan motif serta akting para pemainnya tidak berhasil mengaduk emosi penonton. Banyak momen yang membuat Marauders terasa tanggung. Aksi perampokan di awal film memang menegangkan. 

Ada lonjakan tensi yang mengindikasikan bahwa perputaran uang dari hasil perampokan itu tidak akan berakhir di lokalisasi atau meja judi. Namun, ketika adegan perampokan berakhir, ketika aksi todong dan penjarahan selesai, peralihan adegan satu ke adegan lain membuat fluktuasi cerita ikut menyusut. Naik turun alur yang terlalu drastis membuat Marauders sulit untuk dinikmati. 

Itu masih ditambah adegan akhir film yang dibuat dramatis tetapi malah membuat penonton berpikir: ini beneran sudah selesai atau sengaja dibuat mengambang biar jadi bahan perenungan di rumah? Ibarat meracik masakan, seluruh bahan Marauders adalah kelas premium. Kesalahan dalam cara olah akhirnya menghasilkan menu yang gagal menggugah selera konsumen.

Satu-satunya yang membekas dari film ini adalah kharisma Bruce Willis. Tanpanya, entah apa lagi yang bisa diandalkan dari film yang flop di pasar ini...

Pemain    : Bruce Willis, Christopher Rob Bowen, Dave Bautista, Adrian Grenier, Richie Chance, Johnathon Schaech 
Produser    : Randall Emmett, George Furla, Mark Stewart, Joshua Harris, Rosie Charbonneau
Sutradara    : Steven C. Miller
Penulis    : Michael Cody, Chris Sivertson
Produksi    : Oasis Film, Lionsgate
Durasi        : 1 jam, 47 menit

(wyn/gur)


 

 

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait