Hubungan Keputihan dan Kanker Serviks

Wayan Diananto | 25 Februari 2019 | 17:45 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Kanker serviks disebabkan oleh HPV alias human papillomavirus. HPV bisa dicegah dengan vaksin. Andri mengingatkan vaksinasi HPV sangat penting karena penelitian terbaru menunjukkan, HPV tidak hanya memantik kanker serviks. 

"Virus ini di Amerika juga memicu kanker paru, payudara, dan kolon. Penelitian terbaru melaporkan temuan HPV pada darah. Di Inggris, ditemukan HPV di payudara. Kasus ini mencapai 42 persen dan 4 persen di antaranya HPV aktif yang memicu sel kanker. Di Australia, HPV tipe 16 ditemukan pada paru-paru dan payudara. Ini tipe yang paling ganas,” ujar Ketua Himpunan Ginekologi Onkologi Indonesia, Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K).

Ada 19 tipe HPV yang masuk kategori onkogenik alias pemicu kanker. Dari yang 19 itu, paling ganas tipe 16 dan 18.  Tipe 52 juga bisa menyebabkan kanker namun jarang. Tipe lainnya bisa membangkitkan sel kanker jika bekerja sama. Misalnya, tipe 31, 45, dan 58. Para dokter di Asia merekomendasikan vaksinasi untuk menangkal tipe 16, 18, dan 52. Sementara para dokter di AS, telah mengembangkan vaksin untuk menghalau tipe 16, 18, 52, 31, 45, dan 58.     

Selain kesadaran vaksinasi dan screening masih rendah, Andrijono menyayangkan kebiasaan kaum hawa menyepelekan gejala ringan, misalnya keputihan.

“Hampir semua kanker serviks diawali dengan keputihan. Begini, jika keputihan kambuh lagi setelah beberapa hari diobati, Anda harus waspada. Meskipun keputihan itu tidak berbau. Saat kambuh, periksa ke dokter. Cek apakah itu karena kuman atau faktor lain,” Andrijono mengulas.

Ia menambahkan, sel kanker serviks bisa mengeluarkan lendir. Lendir ini kerap disangka keputihan biasa. Kaum hawa baru menyadari kanker setelah keputihan itu kambuh berkali-kali.

Jika kanker serviks itu sudah stadium 1, jangan langsung membayangkan kematian. “Anda punya 2 pilihan perawatan: radiasi atau operasi. Biasanya, dokter merekomendasikan operasi karena efek sampingnya lebih ringan. Suami atau keluarga harus aktif mencari informasi soal perawatan lanjutan. Beda daerah, beda kebijakan dalam menindaklanjuti kanker. Di Surabaya, pasien diminta menunggu 4 bulan untuk menangani kanker. Di Semarang 4 bulan, Bandung 6 bulan, Yogyakarta paling parah, setahun. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta paling cepat, yakni 2 minggu,” pungkasnya. 

(wyn / gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait