Selamat Hari Pramuka ke-60, Sejarah Singkat Kepanduan Dunia dan Indonesia

Redaksi | 14 Agustus 2021 | 06:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Hari ini, Sabtu, 14 Agustus 2021, Gerakan Pramuka genap berusia 60 tahun. Namun itu bukan hari lahir, gerakan pendidikan luar sekolah yang awalnya dikenal sebagai kepanduan tersebut usianya jauh lebih tua dari itu. Peringatan Hari Pramuka baru dimulai sejak 14 Agustus 1961.

Dimulai ketika pada tanggal 1 sampai dengan 9 Agustus 1907, pendiri gerakan kepanduan dunia, Baden Powell, pahlawan Inggris dalam Perang Boer di Afrika Selatan, memilih 22 remaja London berkemah di Pulau Brownsea.

Selama delapan hari, 22 remaja itu digembleng kedisiplinan, ketahanan fisik dan mental, serta kekompakan dalam regu. Kepada mereka juga diajarkan keterampilan mencari jejak, mengirim pesan, mengamati hewan, dan pertolongan pertama pada kecelakaan. Saat itu Baden Powel merasa miris melihat kenakalan remaja yang merebak di London dan kota-kota industri lainnya di Inggris. 

Perkemahan itu menjadi ajang uji coba gagasannya mengenai pendidikan nonformal bagi anak muda. Baden Powell membangkitkan patriotisme para remaja melalui cerita-cerita petualangannya di hutan belantara India dan Afrika. Suku Zulu di Afrika memberinya nama Impeesa atau serigala yang tidak pernah tidur. Maklum, Baden Powell bisa tidur lelap sambil bersender di pohon. Dia juga dikenal jago dalam mencari jejak dan melakukan penyelidikan ke daerah musuh.

Ternyata kegiatan di Pulau Brownsea mendapat sambutan luas dari masyarakat dan Raja Edward VII. Kerajaan Inggris menganugerahkan gelar Lord Baden-Powell of Gilwell. Metode pendidikan kepramukaan yang diterapkan dalam perkemahan pertama kali tersebut menjadi salah satu pilar berdirinya Organisasi Pramuka Sedunia.

Pada 1920 Baden Powel ditahbiskan sebagai Bapak Kepanduan Sedunia. Bahkan bagi sebagian anggota kepanduan di dunia, Pulau Brownsea kemudian menjadi ”kota suci”.
Di Indonesia, gerakan yang digagas Baden Powel itu kini lebih dikenal dengan sebutan Gerakan Pramuka. Jangan keliru, nama organisasi ini adalah Gerakan Pramuka, sedangkan Pramuka merupakan sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka, yang meliputi; Pramuka Siaga (7–10 tahun), Pramuka Penggalang (11–15 tahun), Pramuka Penegak (16–20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). Sedangkan yang usianya sudah 26 tahun ke atas disebut Pramuka Dewasa, entah sebagai pembina di gugusdepan (pangkalan sekolah atau komunitas), pelatih para pembina, atau hanya sebagai pengurus kwartir, mulai dari kwartir ranting (tingkat kecamatan), kwartir cabang (tingkat kabupaten/kota), kwartir daerah (tingkat provinsi), hingga kwartir nasional (di pusat atau tingkat nasional).

Hari Pramuka sudah 60 tahun diperingati. Berawal dari 14 Agustus 1961, ketika nama Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat luas dalam suatu upacara di halaman Istana Negara. Ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang juga menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Panji itu lalu diteruskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada suatu barisan defile yang terdiri dari para Pramuka di Jakarta, dan dibawa berkeliling kota. Tanggal 14 Agustus itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pramuka dari dirayakan seluruh Pramuka setiap tahunnya.

Gerakan Pramuka yang awalnya bernama kepanduan sebenarnya sudah muncul di Tanah Air sejak zaman Hindia-Belanda. Pada 1912, dimulai latihan  sekelompok pandu di Batavia (nama Jakarta pada masa penjajahan Belanda), yang kemudian menjadi cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Dua tahun kemudian cabang tersebut disahkan berdiri sendiri dan dinamakanpNederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda. 

Pada saat itu, sebagian besar anggota NIPV adalah pandu-pandu keturunan Belanda. Namun, pada 1916 berdiri suatu organisasi kepanduan yang sepenuhnya merupakan pandu-pandu bumiputera. Adalah Mangkunegara VII, pemimpin Keraton Solo yang membentuk Javaansche Padvinders Organisatie. 

Setelah itu muncul organisasi kepanduan berbasis agama, kesukuan dan lainnya. Antara lain Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu,  Kepanduan Bangsa Indonesia, Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie, Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, El-Hilaal, Pandu Ansor, Al Wathoni, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan  Kepanduan Masehi Indonesia. 

Kepanduan yang ada di Hindia-Belanda ternyata berkembang cukup baik. Hal itu menarik perhatian pula dari Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, yang bersama istrinya, Lady Baden-Powell, dan anak-anak mereka, mengunjungi organisasi kepanduan di Batavia, Semarang, dan Surabaya, pada awal Desember 1934.

Para pandu di Hindia-Belanda pernah pula mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia. Bila pada Jambore Sedunia 1933 di Hungaria hanya sebatas pada kunjungan delegasi kecil untuk menyaksikan kegiatan akbar itu, maka pada Jambore Sedunia 1937 di Belanda, ikut pula Kontingen Pandu Hindia-Belanda yang terdiri dari Pandu-pandu keturunan Belanda, bumiputera khususnya dari Batavia dan Bandung, lalu dari Pandu Mangkunegaran, dari Ambon, dan sejumlah Pandu keturunan Tionghoa dan Arab.

Sementara di dalam negeri, kegiatan perkemahan dan jamboree kepanduan juga diadakan di sejumlah tempat. Di antaranya pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta berlangsung All Indonesian Jamboree atau "Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem".

Pada 27-29 Desember 1945 berlangsung Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta. Kongres tersebut menghasilkan Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia. Namun, ketika Belanda kembali mengadakan agresi militer pada 1948, Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah-daerah yang sudah dikuasai Belanda. Hal tersebut memicu munculnya organisasi lain, seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM). 

Pada perkembangannya, kepanduan Indonesia kemudian terpecah menjadi 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Namun, jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah anggota perkumpulan. Selain itu masih ada rasa golongan yang tinggi, sehingga membuat Perkindo menjadi lemah. 

Untuk mencegah hal itu, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu merupakan Pandu Agung, menggagas peleburuan berbagai organisasi kepanduan dalam satu wadah. Hal itu pertama kali diungkapkan Presiden Soekarno ketika mengunjungi Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang, pada awal Oktober 1959.

Presiden kemudian juga mengumpulkan tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan di Indonesia. Seluruh organisasi kepanduan yang ada, dilebur menjadi satu dengan nama Gerakan Pramuka. Presiden menunjuk panitia terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prijono, Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono. 

Berdirinya Gerakan Pramuka diawali dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Pada 9 Maret 1961 diresmikan nama Gerakan Pramuka dan menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka. Pada 20 Mei 1961, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka dan momen tersebut dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja. Pada 30 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan Indonesia mengeluarkan pernyataan di Istana Olahraga Senayan, untuk meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka. Sehingga disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.  Dan 14 Agustus 1961, hari di mana diperkenalkannya nama Gerakan Pramuka, menjadi Hari Pramuka.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka disusun dengan maksud untuk menghidupkan dan menggerakkan kembali semangat perjuangan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang beraneka ragam dan demokratis. Undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi semua komponen bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis dengan semangat Bhineka Tunggal Ika untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka juga mengatur aspek pendidikan kepramukaan, kelembagaan, tugas dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban para pemangku kepentingan, serta aspek keuangan gerakan pramuka. Juga menegaskan Pancasila merupakan asas gerakan pramuka dan gerakan pramuka berfungsi sebagai wadah untuk mencapai tujuan pramuka melalui kegiatan kepramukaan yaitu pendidikan dan pelatihan, pengembangan, pengabdian masyarakat dan orang tua, serta permainan yang berorientasi pada pendidikan.

Selanjutnya, tujuan gerakan pramuka adalah membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup.

Selamat Hari Pramuka ke-60 Tahun 2021. Semoga seluruh anggota Gerakan Pramuka, terus "Berbakti Tanpa Henti" sesuai tema peringatan tahun ini.

 

***

dari berbagai Sumber

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait