Slank Nggak Ada Matinya: Slank Menitipkan Pesan Penting Melalui Aktor-aktor Muda

Wayan Diananto | 27 Desember 2013 | 16:07 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - DALAM sebuah obrolan antarwartawan musik, ada celetukan begini, "Slank itu seperti (jargon iklan) teh botol. Apa pun konsernya, benderanya tetap Slank."

Kalau dipikir-pikir, benar juga. Yang bikin konser band anu, penontonnya mengibarkan bendera Slank. Ada konser dangdut dengan penonton beribu, ada saja satu dua penonton yang mengayun-ayunkan bendera Slank di udara.

Anehnya, musisi yang punya gawe enggak tersinggung. Berkibarnya bendera Slank di berbagai konser musisi lain, seolah dilegalkan oleh "hukum" tidak tertulis. Hal ini diamini vokalis Gigi, Armand Maulana saat diwawancara Fajar Bustomi. Ini memperlihatkan betapa kuat cengkeraman kuku Slank di industri musik. Penghargaan untuk eksistensi Slank tidak hanya koleksi piala dan plakat platinum dari perusahaan rekaman yang selama ini menaungi, tapi juga insan film.

Slank Nggak Ada Matinya (SNAM) diniatkan sebagai penghormatan atas dedikasi bermusik, reputasi, dan prestasi yang terjaga selama 30 tahun. Menariknya, SNAM bukan dokumentasi maupun film art-house. Karya Fajar semacam rekonstruksi (atau reka peristiwa) perjalanan Slank melewati fase genting. Dimulai pada 1996, Bimbim (Adipati Dolken) mencari gitaris baru.

Dalam audisi tertutup, didapat dua kandidat kuat, Ridho (Ajun Perwira) dan Abdee (Deva Mahenra). Melihat skill keduanya tangguh, Bimbim memutuskan merekrut keduanya. Sejak itu, Abdee dan Ridho memperkuat Bimbim, Ivanka (Aaron Ashab), dan Kaka (Ricky Harun). Mereka ikut Slank tur dengan bus. Sepak terjang Slank di banyak kota tidak luput dari tangan dingin Bunda Iffet (Meriam Bellina).

Mengikuti perjalanan Slank seperti mengendarai roller coaster. Gaya hidup rock ‘n roll versi Slank pada pengujung 1998 tidak jauh-jauh dari wanita, minuman keras, dan narkotika. Sampai di sini, Bunda Iffet tidak bisa memberi toleransi lagi. Tindakan tegas harus diambil. Ivan, Kaka, dan Bimbim diultimatum untuk segera mengucap salam perpisahan kepada narkotika.

Masalahnya, berpisah dengan narkoba lebih susah daripada memutuskan pacar. Bimbim dalam masa sakau berupaya menghubungi kurir. Ia lupa Bunda Iffet tidak sedang gertak sambal mengenai narkoba. Sekuriti disiapkan untuk mengamankan markas Slank. Orang asing tidak diizinkan masuk. Di sinilah, titik balik Slank digambarkan. Narkoba, rokok, dan minuman keras memang bukan untuk semua umur. Tapi SNAM dirancang untuk menghibur semua umur. Kelebihan film ini, kemasannya yang santun.

Ini menggarisbawahi komitmen Starvision sebagai rumah produksi penyuplai film-film dengan kualitas di atas rata-rata untuk keluarga. Di tangan Fajar adegan-adegan kecanduan narkoba digambarkan dengan nuansa yang tidak terlalu pekat, namun tidak mengurangi esensi betapa bahayanya narkoba.

Poinnya bukan Slank terjerat narkoba, tapi, bagaimana Slank bebas diri dari kurungan narkoba. Ini pesan positif yang ingin dicapai lewat proses kerja kreatif. Kreatif, lantaran dalam film ini personel Slank tidak menjadi diri sendiri. Ada tantangan “bertukar peran”. Personel Slank menjadi orang lain. Orang lain menjadi personel Slank. Di sinilah daya pikat SNAM lainnya.

Adipati, Ricky, Aaron, Deva, dan Ajun memberi penampilan mengejutkan. Sementara pemain senior seperti Meriam Bellina bisa menjangkau pemain muda. Chemistry lintas generasi diperlihatkan dalam adegan saat Bimbim dan Bunda Iffet bercakap di rumah. Bimbim mengatakan dirinya tidak malu dimanajeri ibu. Buat apa malu dan ikut-ikutan band rock ‘n roll di luar negeri. Biar dunia tahu bahwa di Indonesia, ada band besar yang tidak pernah melupakan peran ibu.

Memberikan peran personel band ikonik ke pemain-pemain muda jelas berisiko. Menariknya, pemain-pemain muda tadi sanggup menjawab tantangan. Lewat akting pemain-pemain muda ini, Slank menitipkan pesan mahapenting: Enggak pakai narkoba itu, sangatlah keren!

Pemain: Adipati, Ricky Harun, Aaron Ashab, Ajun Perwira, Deva Mahenra, Meriam Bellina
Produser: Chand Parwez Servia, Fiazs Servia
Sutradara: Fajar Bustomi
Penulis: Cassandra Massardi
Produksi: Starvision Plus
Durasi: 100 menit
Foto: Dok. Starvision Plus

(wyn/ade)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait