Cerita Marthino Lio tentang Indera Keenam yang Dimiliki Dirinya dan Keluarga

Wayan Diananto | 6 Desember 2015 | 15:59 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - SUATU hari pada April 2015, asisten rumah tangga (ART) yang biasa membantu di kediaman keluarga Ignatius Tommy Pratomo datang pukul 10.

Salah satu putra Tommy, Guilano Marthino Lio (26) itu curiga. Suara ART pagi itu terdengar tidak lazim. Lio memilih diam sembari menanti ayah dan ibu pulang.

Jelang malam, orang tua Lio mengajak anak-anaknya berdoa bersama. Saat itulah, sang ART gerah. Marthino Lio yang dianugerahi indra keenam mendengar suara perempuan tertawa.

“Perempuan tak terlihat itu tertawa. Hi hi hi hi. Seketika itu juga saya mengambil pisau sambil berteriak: ‘Di mana lo! Sini lo!'” cerita Marthino Lio ketika berkunjung ke kantor Bintang, minggu lalu.

Marthino Lio dan keluarga menerima warisan bakat indra keenam dari generasi sebelumnya. Bakat itu dirasakannya sejak berusia empat tahun. Aktor kelahiran 26 Januari ini ingat betul, suatu malam ia lelap di kamar. Jarum jam mengarah ke angka dua dini hari. Pintu kamar Lio terbuka perlahan.

Lalu, wajah seorang nenek renta keturunan Belanda muncul dari balik pintu, tersenyum sembari melambaikan tangan. Marthino Lio kecil takut bukan kepalang. Nenek itu membuntuti ke mana pun Lio pergi. Sadar cucunya hidup dalam bayang-bayang rasa takut, sebelum meninggal nenek Lio memutuskan menutup mata Lio yang peka. Marthino Lio berdoa, mohon pertolongan Tuhan, lalu mengusap mata Lio. Sejak itu, nenek Belanda tidak lagi menyapa atau membuntuti Lio.

Konsekuensinya, sensitivitas mata berpindah ke indra dengar. Telinga Lio lebih bising jika ada suara dari alam lain mendekat. Beranjak dewasa, Lio tidak lagi menganggap roh halus sebagai ancaman.

“Saya tidak takut setan. Waktu kecil saya memang penakut. Kalau melihat setan, saya bisa menggigil dan mandi keringat,” lanjut bintang sinetron Malin Kundang 2.

Pengalaman paling mengerikan baginya, ketika syuting sinetron Pengen Jadi Bintang di sebuah sekolah di Bendungan Hilir, Jakarta, bersama Vicky Nitinegoro dan Dwi Andhika. Tiba-tiba, genset meledak. Beruntung, ledakan itu tidak sampai melukai kru dan pemain. Lio merasa ada yang tidak wajar dengan insiden itu. Ia lantas mendekati penjaga sekolah dan menanyakan sebabnya.

“Jadi, pembawa genset kencing di sebuah pohon besar. Ternyata, penghuni pohon itu mengamuk. Ia menyerang genset. Syuting ditunda tiga jam sampai genset berikutnya datang,” aku Marthino Lio.

 

(wyn/gur)

 

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait