Presiden Jokowi Akan Lebih Repot karena Yang Punya Hajat

Wayan Diananto | 28 Oktober 2017 | 22:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Lancar tidaknya siraman hingga resepsi pernikahan Kahiyang-Bobby nanti ada di tangan pemandu acara.

Berkaca kepada pernikahan Gibran-Selvi, jumlah pemandu acara lebih dari satu. Dalam pernikahan Kahiyang, para pemandu acara dinaungi Chilli Pari. Tim pemandu acara diperkuat Sari Nugraha, Umiarsih, Slamet Abi, Taufiq Widodo, dan Widarsih. Dalam pernikahan adat Jawa, menikahkan anak lelaki dan perempuan itu beda level kerepotannya. 

“Yang mantu itu keluarga mempelai perempuan, kalau keluarga laki-laki disebut ngunduh. Ayah yang menikahkan putrinya disebut sing duwe gawe (yang punya hajat). Pernik-perniknya (pernikahan anak perempuan) lebih rumit. Ritualnya lebih banyak. Kesibukan Pak Jokowi akan sangat padat dalam pernikahan Kahiyang. Karena beliaulah yang punya hajat. Itu dimulai dari siraman. Pagi hari, keluarga Presiden Jokowi mulai adang (menanak nasi) lalu memasang janur,” Taufiq menjelaskan. 

Setelah memasang janur, Presiden Jokowi dijadwalkan memasang bleketepe, anyaman daun kelapa yang masih hijau. Anyaman itu dipasang mengelilingi area pernikahan sebagai simbol tempat penyucian. Setelahnya, keluarga Presiden memasang tuwuhan, yakni aneka tanaman yang diikat menjadi satu sebagai simbol ikatan doa untuk mempelai.

Kahiyang akan menjalani siraman. Mempelai laki-laki juga boleh ikut siraman, namun airnya diambil dari kediaman mempelai perempuan.

"Nama air itu toya perwitasari. Air diambil sebagian lalu dikirim ke kediaman mempelai pria. Semua tata cara ini nanti bersumber dari keraton,” ujar Taufiq ditemui di kantor Radio Republik Indonesia, Solo, pekan lalu.

Saat ini, susunan acara ada di tangan Gibran. Ia bertindak sebagai konseptor. Lima pemandu acara menjadi eksekutor. Para pemandu acara memiliki kemampuan mengawal siraman hingga resepsi.

“Jadi kalau saya didapuk mengawal siraman, saya sudah siap. Saya juga menyiapkan tembang untuk siraman Kahiyang, dari tembang macapat. Liriknya saya tulis sendiri sesuai dengan aturan baku jumlah suku kata dalam tiap baris dan bait lirik.” sambung dia.

Taufiq menyiapkan tembang “Dandang Gula” dan “Asmaradana”, dua dari sebelas tembang macapat. Keduanya lumrah dipakai dalam pernikahan adat Jawa. Melodinya riang, liriknya tentang jatuh cinta. Kahiyang akan sungkem kepada orang tua lalu disiram orang-orang yang dipercaya pihak keluarga. Air siraman berasal dari 7 sumur. Jumlah penyiram biasanya 5, 7, atau 9 orang. 

Angka 7 dalam bahasa Jawa disebut pitu. Pitu singkatan dari pitulungan (pertolongan). Diharapkan, saat Kahiyang-Bobby menjalani rumah tangga lalu menghadapi masa-masa susah, pertolongan datang dari segala penjuru. Setiap orang nantinya akan mengguyurkan tiga gayung. Tiga itu mewakili 3 doa yakni semoga kedua mempelai mendapat berkat Tuhan, disayang mertua, dan dicintai pasangan seumur hidup. Jumlah orang yang menyiram pun ada artinya tersendiri. 

“Kalau lima, itu jumlah pasaran dalam kalender Jawa yakni pon, wage, kliwon, legi, dan pahing. Kalau tujuh, mengacu kepada jumlah hari dalam tahun Masehi, Senin sampai Minggu. Artinya, semoga Kahiyang dan Bobby memperoleh berkat setiap hari. Kalau sembilan, merujuk kepada sembilan lubang di tubuh manusia yakni lubang mata, telinga, hidung, kemaluan, pengeluaran, dan mulut. Semuanya mesti dibersihkan dan suci menjelang akad,” urai Taufiq.

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait