10 Mitos Perkawinan yang Banyak Dipercaya Padahal Keliru

Redaksi | 25 September 2021 | 02:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Mau kawin? Mau kawin lagi? Mau bercerai? Sebelum melakukannya, ada baiknya mencermati 10 mitos perkawinan serta pembuktiannya yang dikemukakan oleh David Popenoe, profesor sosiologi di Rutgers University, Amerika, tempatnya menjadi salah satu direktur National Marriage Project. Popenoe pernah menjabat dekan ilmu sosial dan tingkah laku. Ia mengambil spesialisasi studi keluarga dan kehidupan komunitas dalam masyarakat modern dan menulis sejumlah buku, di antaranya Life Without Father: Compelling New Evidence That Fatherhood and Marriage are Indispensable for the Good of Children and Society serta Promises to Keep: Decline and Renewal of Marriage in America

1. Mitos: Perkawinan lebih menguntungkan pria dibandingkan wanita.
Fakta: Berlawanan dengan laporan ilmiah terdahulu yang dikenal luas, studi terkini menyimpulkan wanita dan pria sama-sama diuntungkan oleh perkawinan meskipun dalam hal berlainan. Baik pria maupun wanita hidup lebih berumur panjang, lebih berbahagia, dan lebih sejahtera setelah mereka menikah. Suami umumnya mendapat keuntungan kesehatan, sedang istri diuntungkan secara keuangan.

2. Mitos: Memiliki anak secara otomatis mendekatkan suami istri dan meningkatkan kebahagiaan perkawinan.
Fakta: Banyak studi menunjukkan kedatangan anak pertama secara umum justru mendatangkan dampak berjaraknya ayah dan ibu dan mencetuskan stres pada perkawinan. Namun demikian, pasangan yang memiliki anak memiliki angka perceraian lebih rendah dibandingkan pasangan tanpa anak. 

3. Mitos: Kunci langgengnya perkawinan adalah kemujuran dan cinta romantik.
Fakta: Dibandingkan nasib baik serta cinta romantik, alasan paling umum yang disebutkan pasangan suami istri yang berhasil mempertahankan perkawinan adalah komitmen  dan kemitraan. Mereka mendefinisikan perkawinan sebagai kreasi yang membutuhkan kerja keras, dedikasi, dan komitmen (pada satu sama lain serta pada institusi perkawinan). Pasangan paling berbahagia adalah teman yang berbagi hidup dan cocok dalam minat serta nilai-nilai.

4. Mitos: Semakin berpendidikan seorang wanita, semakin rendah peluangnya untuk menikah.
Fakta:  Studi terkini yang berbasis statistik perkawinan pada pertengahan tahun 1990-an menyimpulkan, wanita zaman sekarang yang  mendapat pendidikan perguruan tinggi justru lebih berpeluang menikah dibandingkan wanita yang tidak berpendidikan perguruan tinggi. Ini menunjukkan perubahan mencolok dibanding dekade-dekade sebelumnya.

5. Mitos: Pasangan yang hidup bersama sebelum menikah, yang berarti berkesempatan menguji kecocokan, menikah lebih lama dan lebih memuaskan dibanding pasangan kumpul kebo.
Fakta:    Banyak studi menyimpulkan pasangan kumpul kebo justru menjalani kehidupan perkawinan yang kurang memuaskan serta memiliki peluang lebih tinggi untuk berpisah. Salah satu penyebabnya adalah mereka bersikap lebih longgar dan main-main terhadap komitmen  serta lebih berpeluang memutuskan hubungan kalau terjadi masalah. Selain itu, hidup bersama mungkin mendatangkan perilaku yang membuat perkawinan bahagia makin sulit dicapai. Temuan sebuah studi terkini, misalnya, memperlihatkan "terdapat lebih sedikit motivasi bagi pasangan yang hidup bersama untuk mengembangkan ketrampilan mengatasi masalah serta ketrampilan pendukungnya." (Satu perkecualian penting adalah: Pasangan kumpul kebo yang telah merencanakan menikah dalam waktu dekat memiliki peliang sama besar untuk langgeng dengan pasangan yang tidak hidup bersama sebelum menikah).

6. Mitos: Orang tak bisa diharapkan untuk terus menikah dalam jangka waktu lama sebagaimana di masa lalu karena sekarang tingkat usia manusia makin tinggi. 
Fakta: Kecuali perbandingan mengenai tingkat umur mengacu pada ratusan tahun lalu, kepercayaan ini tidak memiliki basis. Peningkatan usia hidup semata-mata terjadi karena penurunan kematian bayi (infant mortality). Walaupun orang dewasa masa kini boleh berharap berumur lebih panjang dibandingkan nenek dan kakek mereka, mereka juga menikah pada usia lebih tua. Demikian demikian tidak ada perubahan berarti dalam 50 tahun terakhir mengenai  peluang perceraian. Selain itu, banyak pasangan berpisah jauh sebelum mereka sampai ke perayaan perkawinan yang signifikan. Setengah perceraian terjadi pada usia 7 tahun perkawinan.

7. Mitos: Perkawinan membahayakan wanita karena peluang menerima kekerasan domestik lebih besar dibandingkan bila mereka tetap melajang.
Fakta: Berbeda dengan  kepercayaan bahwa bagi pria "surat perkawinan sama saja dengan surat izin untuk memukul", banyak bagian riset menunjukkan status lajang –dan terutama hidup bersama dengan pria di luar perkawinan -- berkaitan dengan risiko lebih besar berlangsungnya kekerasan domestik pada wanita. Satu alasan dari temuan ini adalah wanita mungkin tidak melaporkan kekerasan domestik yang diterimanya dari suami. Tambahan lagi, wanita lebih cenderung  tidak menikah dengan pria kasar dan lebih cenderung bercerai dengan tipe pria sedemikian. Namun mungkin sekali  suami cenderung lebih sedikit melakukan kekerasan domestik, sebab mereka lebih mementingkan kesejahteraan istrinya serta lebih berbaur dengan keluarga besar dan komunitas. Kekuatan sosial ini tampaknya membantu pria untuk mengendalikan perilaku kerasnya.

8. Mitos: Kehidupan seks orang yang menikah kurang memuaskan dibanding para lajang dan suami istri lebih jarang melakukan hubungan seks dibanding pasangan yang tidak menikah.
Fakta:  Menurut sebuah studi berskala besar, orang yang menikah melakukan hubungan seks lebih sering dan menjalani kehidupan seks yang lebih memuskan dibanding lajang. Mereka juga lebih menikmati seks baik secara fisik maupun emosi.

9. Mitos: Hidup bersama tak berbeda dengan perkawinan, hanya tanpa "selembar kertas".  
Fakta: Hidup bersama tidak memberikan keuntungan –kesehatan fisik, kekayaan, dan kesejahteraan emosi -- yang diberikan perkawinan. Di Amerika, pasangan kumpul kebo justru menampakkan pola hidup lebih seperti para lajang ketimbang suami istri. Ini sebagian dikarenakan fakta bahwa pasangan kumpul kebo cenderung tidak memberikan komitmen sebagaimana suami istri. Mereka juga lebih berorientasi pada otonomi personal serta kurang mementingkan kesejahteraan pasangan.

10. Mitos: Karena tingginya statistik perceraian, yang berakar dari perkawinan tidak membahagiakan, orang zaman sekarang yang tetap menikah berarti lebih berbahagia dibandingkan orang zaman dulu yang cenderung mempertahankan perkawinan betapa pun tersiksanya.
Fakta: Menurut laporan orang-orang yang menjadi responden dalam survei di Amerika berskala besar, tingkat umum kebahagiaan perkawinan tidak bertambah dan mungkin sedikit menurun. Beberapa studi menemukan, dalam perkawinan masa kini, dibandingkan 20 atau 30 tahun lalu, stres lebih banyak datang dari masalah kerja dan  konflik rumah tangga dan lebih sedikit dari interaksi perkawinan. 

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait